JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri
Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo, mewanti-wanti pemerintah dan semua
pihak untuk serius menyikapi 400 “manusia perahu” yang ada di Tanjung Batu,
Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Keberadaan orang-orang bersuku Bajo--yang berasal dari Malaysia dan Filipina itu--menurut Indroyono bisa mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia merujuk kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan, yang diambil Malaysia.
"Mereka ini berkewarganegaraan Filipina dan Malaysia, masuk ke Derawan. Kalau nanti banyak seperti ini datang dari Malaysia maupun Filipina ke Derawan, nanti suatu saat kejadiannya adalah lama-lama Derawan menjadi pulau orang lain,” tutur Indroyono, Jumat (21/11/2014).
Indroyono menjelaskan, saat kasus Sipadan-Ligitan dibahas di Mahkamah Internasional di Den Haag, hakim mahkamah hanya bertanya sederhana. “Ternyata para hakim gampang nanyanya, selama ini anak-anak ini yang memelihara siapa. Mereka bilang yang memelihara Malaysia. Ya sudah, menjadi milik Malaysia,” ujar dia.
Para hakim Den Haag, kata Indroyono, menggunakan analogi ibu memelihara anak. Dalam kasus Sipadan-Ligitan, orang-orang tersebut mengaku mereka dipelihara oleh Malaysia. “Putus langsung. Berarti kemudian menjadi punya Malaysia. (Derawan) Ini harus hati-hati, kalau tidak kita perhatikan," tegas dia.
Indroyono memastikan saat ini kondisi di Derawan sedang dikaji mendalam oleh jajarannya, terutama terkait kewarganegaraan para "manusia perahu" yang banyak ada di sana. "Yang jelas mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Ini (mengancam) kedaulatan kita, masa dengan NKRI,” ujar dia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, ujar Indroyono, berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kedutaan Besar Malaysia dan Filipina. Indroyono menambahkan, kajian awal untuk menyudahi masalah “manusia perahu” ini penggunaan solusi deportasi ke negara asal mereka.
Keberadaan orang-orang bersuku Bajo--yang berasal dari Malaysia dan Filipina itu--menurut Indroyono bisa mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia merujuk kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan, yang diambil Malaysia.
"Mereka ini berkewarganegaraan Filipina dan Malaysia, masuk ke Derawan. Kalau nanti banyak seperti ini datang dari Malaysia maupun Filipina ke Derawan, nanti suatu saat kejadiannya adalah lama-lama Derawan menjadi pulau orang lain,” tutur Indroyono, Jumat (21/11/2014).
Indroyono menjelaskan, saat kasus Sipadan-Ligitan dibahas di Mahkamah Internasional di Den Haag, hakim mahkamah hanya bertanya sederhana. “Ternyata para hakim gampang nanyanya, selama ini anak-anak ini yang memelihara siapa. Mereka bilang yang memelihara Malaysia. Ya sudah, menjadi milik Malaysia,” ujar dia.
Para hakim Den Haag, kata Indroyono, menggunakan analogi ibu memelihara anak. Dalam kasus Sipadan-Ligitan, orang-orang tersebut mengaku mereka dipelihara oleh Malaysia. “Putus langsung. Berarti kemudian menjadi punya Malaysia. (Derawan) Ini harus hati-hati, kalau tidak kita perhatikan," tegas dia.
Indroyono memastikan saat ini kondisi di Derawan sedang dikaji mendalam oleh jajarannya, terutama terkait kewarganegaraan para "manusia perahu" yang banyak ada di sana. "Yang jelas mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Ini (mengancam) kedaulatan kita, masa dengan NKRI,” ujar dia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, ujar Indroyono, berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kedutaan Besar Malaysia dan Filipina. Indroyono menambahkan, kajian awal untuk menyudahi masalah “manusia perahu” ini penggunaan solusi deportasi ke negara asal mereka.
SUMBER :
ANALISIS :
Menteri Koordinator Kemaritiman,
Indroyono Soesilo, mewanti-wanti pemerintah dan semua pihak untuk serius
menyikapi 400 “manusia perahu” yang ada di Tanjung Batu, Derawan, Kabupaten
Berau, Kalimantan Timur.
Keberadaan orang-orang bersuku
Bajo--yang berasal dari Malaysia dan Filipina itu--menurut Indroyono bisa
mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia merujuk kasus
lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan, yang diambil Malaysia.
Hal yang ditakutkan adalah suatu saat
pulau ini akan dihuni atau diambil alih oleh penduduk Filipina dan Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar