Kamis, 11 Juli 2013

Cara Pembiayaan Pembangunan di Indonesia

Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut menghadapi kendala. Pokok persoalannya adalah kesulitan dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yang berasal dari ekspor barang ke luar negeri maupun dari masyarakat melalui instrumen pajak dan instrumen lembaga-lembaga keuangan.

Secara umum usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan dari dalam negeri dan pengerahan modal yang bersumber dari luar negeri.

Sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia dalam setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari:

 

1. Pinjaman Multilateral

Pinjaman multilateral sebagian besar diberikan dalam satu paket pinjaman yang telah ditentukan, artinya satu naskah perjanjian luar negeri antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional untuk membina beberapa pembangunan proyek pinjaman multilateral ini kebanyakan diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (BPD), Bank Pembangunan Islam (IDB), dan beberapa lembaga keuangan regional dan internasional.

2. Pinjaman Bilateral

Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari pemerintah negara –negara yang tergabung dalam negara anggota Consultative Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI. 

Sumber :

http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/12-hutang-luar-negeri-dan-pembiayaan-pembangunan-di-indonesia.pdf

Ekonomi Rakyat

Apa itu Ekonomi Kerakyatan?

Dalam literatur ilmu ekonomi, sistem ekonomi yang melibatkan rakyat banyak sebagai pelaku utama terdapat pada sistem dualisme ekonomi (dual economy). Sistem ini muncul pada jaman penjajahan dimana ketika itu, kira- kira abad 18 penjajah (Belanda) membawa perusahaan swasta multinasional yang dikenal dengan nama Verineering Oos Nederlandche Maatchappaij (VOC). VOC memegang peranan penting dalam ekonomi penjajah ketika itu. Membeli rempah-rempah, karet, kina, kopi, teh, tembakau, vanili dan hasil pertanian yang lain. Hasil ini dibawa ke Eropa. Perusahaan yang menangani ini merupakan perusahaan yang besar dengan teknologi modern dan orientasinya ke pasar ekspor. Kelompok ini dinamakan dengan sektor modern. Kelompok perusahaan ini dibantu oleh dua bank asing juga dari Belanda yaitu De Javase Bank dan Nederlandche Handel Maatchappaij/NHM). Kemudian kira-kitra tahun 1950-an Presiden Sukarno menasionalisasi kedua bank tersebut menjadi Bank Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia.

Di lain pihak diluar atau disekeliling sektor itu terdapat perkebunan yang dikuasai oleh masyarakat lokal, dengan luas garapan sangat sempit. Komoditi yang dihasilkan umumnya kebutuhan pokok masyarakat yaitu beras dan bahan makanan yang lain. Kalaupun ada tanaman ekspor seperti tebu,  kopi dan teh namun dengan garapan luas lahan yang sempit, teknologi sederhana atau tradisional, motif petani adalah produksi untuk keperluan sendiri (subsisten). Kelompok ini dinamakan dengan sektor tradisional. Kedua sektor ini (modern dan tradisional) berjalan secara paralel. Sektor tradisional juga mengerjakan bidang keperluan bagi sektor modern yang tidak bisa dikerjalan sendiri oleh sektor modern, seperti pemasokan barang konsumsi bagi pekerja di sektor modern. Sebagai imbalan sektor modern memberi bebarapa pekerjaan pilahan seperti menyediakan komoditi yang akan diekspor seperti sebagian kecil karet atau kina dll.

Pada jaman orde baru, perekonomian yang mengutamakan pelaku rakyat banyak dilakukan dengan nama: sektor informal. Sektor ini mendapat penanganan dari pemerintah begitu intensif. Pemerintah orde baru mengambil kebijakan setelah mempelajari sektor ini di beberapa negara berkembang lain.

Siapa yang dikatakan sektor informal?

Banyak batasan yang dilakukan pada berbagai negara. Ada yang menyamakan sektor ini dengan sektor usaha kecil atau usaha mikro. Kecil, menengah atau besar jika dihubungkan dengan banyak tenaga kerja yang ditampung. Namun hampir semua sama yang memasukkan usaha mikro ini adalah usaha kecil. Di Bolivia dan Mexico mendefinisikan usaha kecil atau mikro jika usaha ini menampung kurang dari 6 orang tenaga kerja. Di Amerika Tengah hanya kurang dari lima orang, di Kenya kurang dari 10 orang sedangkan di Sudan memakai definisi jika usaha menampung kurang dari 20 orang. Semua usaha ini dimasukkan sebagai ‘self employed firm’. Akhirnya ILO memakai definisi ini dengan rentangan 5 sampai 10 rang pekerja (Henley, A.,2006 hal. 7). Tidak semua tenaga kerja yang tertampung selamanya akan bekerja di sektor usaha kecil ini. Karena sebagian dari tenaga kerja ini hanya menunggu untuk bisa bekerja pada sektor formal yang mereka inginkan. Jadi usaha ini sifatnya penampungan sementara. Oleh karena itu maka bisa ditebak semua tenaga kerja pada usaha kecil ini tidak ada jaminan sosial dan tidak diasuransikan.

Upah yang diterima sebagian besar masih dibawah upah minimim. Marjit (2007) melaporkan, mengutip pendapat Agenor (1996), bahwa di Tunisia hanya 11 persen dari angkatan kerja yang memperoleh sesuai dengan upah minimum. Namun pekerja disektor informal hampir semuanya memperoleh upah dibawah upah minimum, ini disebabkan karena mekanisme pengupahan diluar mekanisme pasar. Namun perlu dicatat bahwa ketika resesi terjadi justru pendapatan disektor informal meningkat  karena partisipasi tenaga kerja pada masa ini meningkat. Sedangkan ketika kondisi ekonomi sedang berkembang atau menanjak sumbangan pendapatan disektor informal menurun. Hal ini dilaporkan oleh Marquez dan Portela dalam penelitiannya 1991 di Venezuela (Orlando, 2001, hal 7).

Ekonomi Kerakyatan di Jaman Orde Baru dan Jaman Reformasi

Pada Jaman Orde Baru (1966-1998) telah terjadi beberapa modifikasi yang telah diambil oleh pemerintah dalam menangani ekonomi kerakyatan. Pada Pada Pelita II (1973-1978) dan Pelita III (1979-1983) pemerintah melakukan kebijakan melalui apa yang disebut dengan sektor informal. Di Indonesia konsep kebijakan ini dikenalkan oleh akademisi Prof Hidayat dari Universitas Padjadjaran Bandung. Batasan sektor informal tidak jauh berbeda dengan para peneliti dari mancanegara. Dikatakan sektor informal itu adalah usaha yang dilakukan dengan beberapa ciri diantaranya: usaha dengan skala kecil, tenaga kerja keluarga, tidak terdaftar, tidak perlu ijin formal seperti ijin usaha, tidak pernah membayar pajak dan tidak mempunyai akses ke lembaga keuangan sebagai pemasok modal. Kebijakan yang diambil adalah dengan memberi bantuan modal melalui sektor perbankan seperti kredit usaha kecil, kredit modal kerja permanen. Otoritas moneter, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah membuat kebijakan dengan bank umum pemerintah dan bank umum swasta sebagai bank pelaksana.

Pada Pelita VI pemerintah membuat kebijakan yang disebut dengan Program Jaring Pengaman Sosial. Dasar pemikiran ini, seperti yang dikemukakan oleh Sumodiningrat (1999), bahwa pertumbuhan (ekonomi) harus beriringan dengan pembagian hasil-hasil pembangunan secara lebih merata (redistribution with growth)

Upaya pengembangan ekonomi rakyat perlu diarahkan untuk mendorong perubahan struktural (structural adjustment atau structural transformation) dengan cara memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Perubahan struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi moderan, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi yang subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Perubahan struktural ini mensyarakatkan langkat-langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan teknologi serta pemberdayaan sumber daya manusia.

Pada akhir Pelita VI, menjelang lengsernya Presiden Suharto, atau menjelang krisis 1997 dan 1998 diadakan program Jaring Pengaman Sosial yaitu: a. peningkatan ketahanan pangan (food security), b. penciptaan lapangan kerja produktif (employment creation), c. pengembangan usaha kecil dan menengah (small and medium enterprises), dan d, perlindungan sosial dalam pelayanan dasar khususnya kesehatan dan pendidikan (social protection). Kebijaksanaan ini hampir menelan dana Rp.18 triliun yang dibagi menjadi 17 sektor pembangunan .

Pada jaman Reformasi program yang ditempuh pemerintah adalah dengan peningkatan dan pengembangan kinerja dan daya saing sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).


http://ekonomispiritual.files.wordpress.com/2011/02/microsoft-word-ekonomi-kerakyatan.pdf

Kamis, 04 Juli 2013

Pengangguran dan Kemiskinan

Menurut sebagian orang jika pengangguran naik maka kemiskinan akan naik juga. Demikian sebaliknya bila angka pengangguran turun maka angka kemiskinan juga turun. Komisi kemiskinan dunia menyatakan pengangguran menjadi penyebab utama kemiskinan. Sebagian besar kemiskinan di dunia ketiga karena tidak tersedianya lapangan kerja yang memadai. Sehingga banyak angkatan kerja yang harus menganggur atau menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang minim dan jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sehingga banyak penduduk di dunia ketiga terpaksa harus hidup dibawah garis kemiskinan.

Namun apakah setiap kenaikan pengangguran akan berakibat naiknya angka kemiskinan. Untuk melihat hubungan tersebut dapat kita lihat kasus di Finlandia. Sebelum keruntuhan Uni Soviet, ekspor hasil industri Finlandia banyak ditujukan ke negara komunis tersebut. Namun saat Uni Soviet bubar Finlandia kehilangan pasar potensialnya. Akibatnya banyak industri yang bekerja dibawah kapasitas produksi.
Lonjakan pengangguran tak terelakan karena terjadi pengurangan pekerja. Tercatat pada tahun 1993 pengangguran di Finlandia sebesar 16,3 persen jauh diatas angka tahun 1991 yang hanya 3,2 persen. Namun kenaikan angka pengangguran ini tidak serta merta membuat angka kemiskinan di negara tersebut melonjak tajam. Salah satu sebab tidak terlihatnya hubungan yang positif antara pengangguran dan kemiskinan adalah konsep yang dipakai untuk mengukur kemiskinan. Di negara Finlandia untuk mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemiskinan relatif, dimana tingkat kemiskinan dihitung berdasarkan setengah median pendapatan.

Data BPS untuk pengangguran terbuka masih cukup tinggi dan masih di dominasi oleh lulusan sekolah dasar. Apa yang harus diperhatikan disini sebagai pembelajaran. Pendidikanlah yang harus mengambil peran disini. Pendidikan adalah ranah untuk menjadikan sumber daya manusia Indonesia unggul dan berkualitas secara keahlian dan karakter. Anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN haruslah dimanfaatkan dengan baik.

Pendidikan harus dijalankan dengan sebuah system yang humanis dalam artian harus menyentuh untuk semua kalangan. Perguruan tinggi jangan sampai hanya berfokus kepada anak – anak yang mampu saja. Kurangnya motivasi untuk melanjutkan kuliah pada saat ini dikarenakan adalah masalah dana. Padahal kita tahu banyaknya program beasiswa yang diberikan baik dari pemerintah sendiri maupun swasta diperguruan tinggi.

Menjadi masalah ketika beasiswa tersebut tidak tepat sasaran. Banyak golongan yang mampu berlagak tidak mampu dengan memalsukan status orang tua mereka. Pegawai negeri bilangnya anak tidak mampu dan uangnya untuk berfoya - foya. Ini menjadi masalah serta kurangnya informasi sendiri kepada kaum – kaum minoritas yang termarginalkan ini. Harus ada langkah yang baik agar pendidikan tinggi dapat dijangkau oleh semua pihak.

Melalui pendidikan dan kualitas yang dikembangkan dari sekolah akan mampu menegluarkan mereka dari kemiskinan. Pendidikan adalah basis kemajuan dari seluruh bangsa. Dengan pendidikan pula martabat bangsa ini dapat kembali tentu pendidikan yang bermartabat, bermoral dan berspiritual. Pengentasan kemiskinan hanya dapat ditingkatkan apabila sumber daya manusia kita didik dengan baik bukan hanya dikasih uang buat hidup.

http://batangkab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=100:pengangguran-dan-kemiskinan&catid=20:2011

http://www.smactf.sch.id/index.php/Artikel/tanpa-pendidikan-merata-pengangguran-dan-kemiskinan-melimpah.html

Rabu, 03 Juli 2013

Seberapa efektifkah BLSM untuk rakyat atas kenaikan BBM

Pemerintah menaikan harga BBM pada hari jumat 21 juni 2013 dan diberlakukan pada hari sbtu 22 juni 2013 premium naik Rp.2000 menjadi Rp.6500 per-liter dan harga solar naik Rp.1000 menjadi Rp.5.500 per-liter. Seiring kenaikan ini pemerintah menyiapkan 15,5 kartu untuk dibagikan kepada masyarakat miskin penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Kartu ini digunakan untuk mendapatkan bantuan seperti beras untuk rakyat miskin (raskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH). Masyarakat miskin mendapat bantuan BLSM sebesar Rp.150.000 per KK selama 4-5 bulan. 

Pemberian BLSM ini tidak tepat sasaran, masih banyak rakyat miskin tidak terdaftar sehingga mereka tidak bisa mendapatkan haknya. Dan ada banyak masyarakat yang berkecukupan malah terdaftar dan ikut mengantre untuk mendapatkan BLSM seperti yang terjadi di Subang, Jawa Barat. 

Memang benar masyarakat miskin perlu dibantu, tapi tidak dengan cara memberikan dana secara tunai yang tidak mendidik, karena masyarakat miskin akan terus menjadi peminta. Seharusnya pemerintah mendirikan UKM, lapangan kerja, karena jumlah pengangguran di Indonesia sekitar 7,17 juta orang. Sehingga kenaikan harga BBM disesuaikan juga dengan pendapatan masyarakat Indonesia karena akan mengakibatkan kenaikan harga bahan pokok.

http://economy.okezone.com/read/2013/06/13/279/821244/redirect