Pasar
Rakyat Kian "Tersingkir", Perbankan Harus Lebih Perhatian
Selasa, 23 Desember 2014 | 08:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Peran pasar rakyat (tradisional) sebagai tulang punggung ekonomi nasional kian hari kian menyusut. Bukan tanpa sebab. Menjamurnya pusat pembelanjaan modern diberbagai daerah di Indonesia bisa jadi faktor utama yang "menyingkirkan" pasar rakyat tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif dan Ketua Yayasan Danamon Peduli, Restu Pratiwi, "tersingkirnya" pasar rakyat haruslah menjadi perhatian semua pihak. Bahkan, institusi perbankan pun menurutnya harus ikut memperhatikan hal tersebut.
"Peran pemerintah, swasta, organisasi dan media dapat melebur menjadi satu kekuatan untuk mendukung kelangsungan dan pengembangan pasar rakyat," ujar Restu dalam diskusi mengenai pasar rakyat, Jakarta, Senin (22/12/2014).
Kata dia, pasar rakyat merupakan showcase yang paling banyak berbicara mengenai kekayaan dan komoditas suatu daerah. Bahkan kata dia, pasar rakyat tak hanya sekedar proses jual beli tetapi juga tempat terjadinya interaksi sosial.
Selain itu, pasar rakyat menurut Restu memiliki aspek sejarah dan budaya yang menjadi pengakuan tersendiri atas keunikan karakter bangsa Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, 12,5 persen atau 30 juta penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai pedagang di pasar rakyat. Sementara itu dari data survei AC Nielsen tahun 2013, pasar rakyat kian menurun.
Dari 13.550 tahun 2007 menjadi hanya 9.950 di tahun 2013. Sementara perbandingan pertumbuhan pasar rakyat terhadap pasar modern cukup besar, dimana pasar rakyat hanya -8,1 persen sementara pasar modern 31,4 persen.
SUMBER :
ANALISIS :
Pasar rakyat mempunyai peran penting dalam interaksi sosial,
disini rakyat bukan hanya melakukan transaksi jual beli tetapo juga interaksi
sosial antar manusia. Tetapi sekarang ini sudah banyak bermunculan pasar modern
yang menyebabkan pasar rakyat menjadi tersingkir. Pertumbuhan pasa rakyat pun
menurun dari tahun 2007-2013 sedangkan untuk pertumbuhan pasar modern meningkat
pesat.